Blogroll

Rabu, 20 Maret 2013

Menghibur Diri di Masa Penantian

Berkutat dalam penantian itu memang melelahkan, entah itu jiwa maupun raga, fisik dan psikis. Selalu ada perasaan yang berkecamuk ketika sedang menanti sesuatu entah itu menanti jodoh, pengumuman yang terkait dengan pekerjaan, masa depan dan sebagainya. Perasaan yang berkecamuk itulah yang biasanya sering mengganggu kenyamanan diri kita dalam menjalani kehidupan sebagai seorang manusia. Saya sendiri pun tak luput dari perasaan itu. Ketika berada di masa penantian menuju kepastian masa depan, saya juga merasakan perasaan itu. Rasa malu dan tidak percaya diri muncul setiap kali ada yang menanyakan kabar yang berkaitan dengan sesuatu yang dinanti itu. Namun apa mau dikata, saya tidak dapat memberikan penjelasan kepada mereka karena saya sendiri tidak tahu seperti apa/ kapan kepastian itu bisa saya peroleh. Rencana rencana yang telah saya susun sebelumnya pun akhirnya harus saya tunda pelaksanaannya dalam batas waktu yang tidak ditentukan. Stress? Putus asa? Alhamdulillah hal itu tidak berpengaruh kepada saya. Kok bisa? ya tentu saja bisa, karena saya mengalihkan diri dari perasaan putus asa dengan mencoba lebih bersyukur, membandingkan bukan dengan yang berada di atas tapi membandingkan dengan saudara saudara yang lebih punya masalah yang lebih kompleks dari saya. Setelah itu mulailah saya mengisi masa penantian ini dengan kegiatan kegiatan yang saya harpkan dapat bermanfaat bagi saya dan siapapun yang ada di sekitar saya. 


Selama masa penantian ini awalnya saya berencana untuk mencari pekerjaan sebagai freelancer di kantor akuntan publik ataupun kantor konsultan pajak. Saya pikir karena basis saya sebagai lulusan salah satu sekolah tinggi ilmu keuangan terkenal di negeri ini tentu akan mudah untuk sekadar jadi pegawai magang. Namun usulan ini urung saya laksanakan karena mentah ketika didiskusikan dengan orang tua. Beliau menyarankan saya untuk pulang ke rumah sambil menunggu kabar dari stakeholder di tingkat atas. karena rasa hormat saya kepada beliau akhirnya saya memilih menolak tawaran dari teman untuk magang dan pulang ke rumah bersama orang tua. Setelah tiba di rumah, mulailah saya berkutat dengan aktivitas baru saya sebagai pengurus rumah tangga karena kebetulan di rumah hanya ada saya dan papi dan tidak mungkin bagi saya untuk membiarkan orang tua sendiri yang bekerja. Mulailah kegiatan yang dulu jarang saya kerjakan seperti memasak, membersihkan rumah, merawat tanaman dan hewan peliharaan sekarang rutin dilakukan di samping sedikit berwirausaha sekadar untuk uang jajan saja. Di saat yang sama, kabar dari teman teman yang magang pun mulai santer bertebaran, mulai dari pengalaman memeriksa klien di luar daerah, gajinya yang gede, dan lain lain. Merasa minder? sempat. Di saat mereka mengasah ilmu yang didapatkan selama masa kuliah yang saya lakukan justru mengurusi tetek bengek rumah tangga. Sekali lagi saya coba mengajukan rencana magang kepada papi namun kembali mentah. Beliau cuma berpesan bahwa dalam masa  "libur panjang" ini ada baiknya tetap tinggal di rumah dan menikmati liburan sampai tiba saatnya nanti. Alasan yang cukup masuk akal bagi saya mengingat saya anak lelaki satu satunya dan saudari saudari saya yang lain tinggal di kota sebelah. Mungkin beliau ingin banyak berbagi dengan anak bujangnya ini. Jadilah saya tetap tinggal di rumah dan membatalkan niat untuk magang. 

Untuk menghibur diri agar tidak stress menunggu maka mulailah saya melakukan kegiatan kegiatan positif yang bisa saya lakukan. Memasak yang awalnya saya lakukan dengan agak bermalas malasan sekarang saya lakukan dengan penuh semangat. Luka tergores pisau atau terkena cipratan minyak saat menggoreng pun sudah tidak terlalu berpengaruh (tapi tetep berhati hati juga sih) bahkan terkadang saking bersemangatnya diprotes oleh papi karena menunya yang terlalu variatif. Tapi ujung ujungnya tetap dihabiskan juga dengan lahap bahkan kerabat ataupun kenalan yang sering berkunjung ke rumah pun mulai tertarik dan selalu penasaran dengan apa yang saya masak karena menurut mereka rasanya cukup masuk akal dan membuat mereka ingin mencicipinya (itu kata mereka ya, bukan kata saya). Alhamdulillah setidaknya satu kegiatan positif sudah bermanfaat setidaknya sebagai wujud bakti kepada orang tua tercinta. Akan tetapi ternyata efek masak memasak ini berpengaruh cukup signifikan terhadap berat badan saya. Tidak ingin berat badan menjadi improporsional saya pun mulai mengatur pola makan dari yang sebelumnya berprinsip "makan seadanya" menjadi "makan secukupnya". Akhirnya grafik berat badan pun menjadi lebih stabil disamping kembali mendapat pengalaman baru tentang mengatur pola makan demi tubuh yang lebih sehat. Selain itu aktivitas rutin saya selanjutnya adalah merawat hewan peliharaan. Biarpun jumlahnya cukup banyak alhamdulillah mereka tetap terurus dengan baik. Ada kesenangan sendiri ketika bisa melihat tingkah laku mereka yang variatif dan tentu saja dapat bercengkerama dengan mereka sudah membuat saya bahagia.

Efek positif lain yang saya dapat adalah terjalin eratnya tali silaturahmi dengan orang orang yang selama ini kurang saya kenal. Ikatan itu saya dapatkan dengan ikut menemani papi menghadiri acara acara relasinya ataupun bersilaturahmi ke kolega ataupun kerabat yang jarang saya temui. Alhamdulillah saya menjadi tahu kalau ternyata saya punya banyak saudara disini dan disana dan saya jadi lebih percaya diri ketika berbicara karena kebanyakan lawan bicara saya adalah orang tua berpengalaman terlebih dari percakapan dengan mereka banyak informasi/pengetahuan baru yang saya peroleh. Mulai dari kehidupan pribadi seperti proses berumah tangga yang baik, masalah dalam rumah tangga yang variatif  dan solusinya sampai ke pengalaman tentang seluk beluk dunia kerja saya. Semuanya yang saya dapatkan tersebut menjadi acuan/referensi agar tidak mengulangi kesalahan serupa ataupun bila tetap terjadi setidaknya sudah ada solusi untuk pemecahan masalahnya. Lagi lagi alhamdulillah, saya pun mulai berpikir mungkin inilah hikmah yang saya dapatkan dari memilih tinggal di rumah. Inilah jawaban atas keraguan saya ketika harus pulang ke rumah dan melakukan kegiatan yang berbeda dari apa yang dilakukan oleh teman teman yang lain. Pengalaman inilah yang membuat saya lebih mensyukuri hidup, menikmati masa penantian dengan cara yang positif, dengan tetap berprasangka baik dan terus berdoa semoga diberikan jalan yang terbaik oleh Allah Subhanallahu Wa Ta'ala. 


Setiap orang memang pasti pernah merasa khawatir dan kusut kusai masai ketika berada di dalam masa penantian. Namun jangan pernah biarkan perasaan tersebut mempengaruhi diri dan menjadikan kita malas bahkan untuk sekadar menatap indahnya pagi. Bersyukurlah bahwa kita bukanlah satu satunya yang memiliki masalah pelik yang meresahkan. Di berbagai belahan bumi lainnya masih ada banyak saudara kita yang lebih menderita karena didera permasalahan yang lebih parah dari apa yang kita alami. Hiburlah diri dengan apapun yang dapat dilakukan. Kebetulan pengalaman di atas adalah pengalaman menghibur diri dari saya yang memilih menunggu kejelasan di rumah. Adapun menghibur diri sendiri itu bisa bermacam macam caranya, ada yang menghibur diri  dengan magang, ngegame, nonton film, masak, travelling, memperbanyak pengetahuan akan ilmu agama, mencari pendamping hidup (ehem) ataupun bercengkrama dengan suami/istri (bagi yang sudah berkeluarga) dan masih banyak lagi. Satu hal yang terpenting adalah bahwa  apapun kegiatan itu (selama positif) lakukanlah, Insya Allah bisa jadi jurus ampuh untuk menjauhkan diri dari berbagai rasa dan pikiran negatif yang timbul dalam masa penantian. Tetap semangat untuk siapapun yang sedang menanti, semoga Allah menuntun kita ke pilihan terbaik :D




Sabtu, 12 November 2011

Save or Deposit?


                 Hidup itu selalu dilalui dengan warna ataupun cerita yang beraneka macam. Well, sepertinya semua yang hidup dan memiliki nyawa pasti merasakan hal itu. Jalan hidup yang penuh liku liku (bukan lagu dangdut) sepertinya dialami oleh semua orang, sangat jarang ditemui orang orang yang jalan hidupnya datar, tidak ada gelombang naik turun dalam fase hidupnya bahkan saya sendiri pun tidak pernah menemukan jenis orang yang seperti ini. Terus apa yang akan saya bahas disini? Jenis jenis manusia berdasarkan sifatnya? Tentu saja tidak. Hal seperti itu sih sudah sangat umum sekali kawan, tidak percaya? Cari saja di textbook atau browsing di dunia maya, tentulah kawan akan menemukannya. Yang akan saya coba bagikan di tulisan ini adalah sedikit perbandingan remeh temeh yang mungkin dianggap sederhana, simple (sama saja wey~ ) tapi kalau ditelisik lebih jauh akan kelihatan bedanya. Seperti tulisan saya yang sebelumnya, remeh temeh ini didasarkan pada pengalaman pribadi saya jadi kalau kawan sekalian adalah orang yang mudah mabuk saya sarankan siapkan kantong plastic atau malah ember untuk persiapan kalau kalau kawan muntah selagi membaca tulisan ini. bukan karena tulisan ini menjijikkan namun terlebih karena bahasa yang akan digunakan lebih seperti bahasa orang kasmaran (memang penulis lagi kasmaran sih, hehe #plakk) tapi Insya Allah bila kawan membacanya secara seksama akan ada hikmah yang bisa kawan dapatkan (selain juga muntah, haha). Penasaran remeh temeh apa yang akan saya bagikan? Penasaran? Serius? Santai saja, kita hari ini hanya akan membahas perbedaan antara kata deposit dan save kok. Lho? Kenapa ekspresi mukanya langsung berubah? Ekpektasinya berlebihan ya? Ya sudah, daripada berpanjang kata mending kita langsung sedot saja, haha (sedot?).
                Ketika kita mendengar kata deposit dan save apa sih yang ada di pikiran kita? Image apa yang langsung terbayang dari kedua kata tersebut? Pasti sebagian besar dari kawan kawan sekalian akan beranggapan bahwa kata itu memiliki makna yang sama. Sama sama menabung juga. Kenapa harus dibahas? Penulisnya geje nih (bahasa gaulnya ga jelas), haha. Namun sadarkah kawan bahwa kedua kata itu memiliki perbedaan dalam arti katanya dan tentu saja kedalaman arti dari kata tersebut. Deposit dalam bahasa Indonesia berarti mendepositokan, menumpuk, menaruh, atau menempatkan sedangkan Save berarti menyimpan atau menabung. Yang jadi pembeda sepertinya sudah jelas namun juga perlu ditambahkan bahwa dalam bahasa perbankan savemerupakan tabungan yang bisa diambil kapan saja anda membutuhkan sedangkan deposito adalah investasi yang waktu pengambilan kembalinya berjangka, sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan tidak bisa semena mena langsung memutuskan untuk mengambil karena benefit yang dihasilkan bisa saja tidak sesuai harapan.
                Nah dari statement terakhir saya tadi mungkin kawan sebagian sudah bisa menebak ke arah mana tulisan ini tapi bagi yang belum mengetahui ya tetap simak saja terus sampai akhir, haha. Kembali ke kedua kata tadi, kata kata ini biarpun dibilang sederhana ataupun mungkin dianggap tidak perlu dibahas namun menurut penulis perlu dibahas. Kenapa? karena dalam hidup kita semua hal yang kita rencanakan pasti akan berhubungan dengan kedua kata ini. Ah, masa sih? Kawan sekalian mungkin merasa sangsi tapi itulah kenyataannya. Butuh penjelasan? Oke, akan penulis jelaskan. Dalam hidup kita semua pasti mempunyai rencana. Bukan hanya satu tapi bermacam macam. Tentu bukan rencana A saja tapi juga rencana B, C, D, E, dan seterusnya. Nah setiap rencana itu pasti membutuhkan persiapan dan hambatan ataupun mungkin timing yang tepat. Nah inilah titik yang akan coba penulis bagikan, kapan waktu yang tepat bagi kita untuk menjadikan rencana itu dalam bentuk save atau deposit. Lho? Memangnya ada hubungannya? Ada kok, ga percaya? Coba saja baca paragraph paragraph awal tulisan ini, pasti kawan sekalian akan menemukannya. Sudah menemukan? Oke yang belum ketemu akan dijelaskan disini deh, haha. Jadi begini kawan, dalam melaksanakan rencana rencana itu kita harus bisa tau waktunya kapan harus save ataupun deposit. Save disini maksudnya adalah ketika kita menginginkan sesuatu atau merencanakan sesuatu kita bisa melaksanakannya kapan saja. Ataupun ketika hal itu belum bisa terlaksana atau bila kita lupa melaksanakannya maka ketika kita ingat kita bisa langsung segera melaksanakannya. Namun apabila kita mendepositokan suatu rencana maka agar rencana itu bisa terlaksana dengan baik maka kita harus menunggu saat yang tepat untuk dapat melaksanakannya karena sama seperti deposito uang, kita tidak bisa langsung begitu saja mengambil uang yang kita depositokan kapan kita ingin tapi harus sesuai jangka waktu yang telah kita sepakati. Nah begitu juga halnya dengan rencana hidup, ketika kita rencana itu dirasa begitu besar dan butuh persiapan yang matang dan waktu yang cukup lama maka ada baiknya kita mendepositokan rencana itu agar benefit yang kita dapatkan seusai dengan apa yang kita harapkan. Mendepositokan rencana bukan hal yang buruk kecuali kalau kawan yakin rencana itu bisa dlaksanakan kapanpun kawan inginkan maka save saja rencana itu. Sepertinya terlihat rumit ya? Ya sudah akan diberikan ilustrasi mengenai deposit dan save nih.
                Contoh yang paling sederhana ketika kita ingin men save suatu rencana itu ada banyak. Bisa saja ketika kita ingin belajar supaya mendapatkan pemahaman yang cukup tapi kita sedang malas belajar maka umumnya kita akan menunda atau menyimpan keinginan itu sampai kita punya mood. Demikian juga ketika kita menginginkan sesuatu, misalnya ingin makan di tempat yang mewah, kita bisa makan disana kapanpun kita mau. Kalaupun saat itu kita tidak mempunyai uang nanti ketika sudah punya pasti bisa melaksanakannya. Namun deposito berbeda, contohnya ketika kita ingin mendapatkan kepercayaan dari orang orang di sekeliling kita, hal itu tidak serta merta akan kita peroleh dari satu atau dua kali kesempatan namun harus dibangun dengan seksama sampai saatnya nanti akhirnya semua orang mengakui dan percaya kepada kita. Kelihatan tidak masuk akal? Ya sudah penulis kasih ilustrasi lagi, kali ini yang berhubungan dengan cinta. Berasa agak mual? Siapkan ember atau kantong plastic anda, haha.
                Sekadar curhat, saat memasuki tingkat akhir perkuliahan di kampus akhirnya penulis menyadari bahwa kelak ketika penulis sudah bekerja pasti akan ada banyak tantangan, godaan ataupun cobaan yang akan penulis hadapi. Wajar saja, karena menurut keyakinan yang penulis anut, seorang manusia itu harus selalu bekerja keras agar dapat mencapai surge. Kerja keras itu baru akan berakhir ketika manusia tersebut sudah menginjakkan kedua kakinya di dalam surga nan agung. Nah tentu saja untuk mencapai surga itu  manusia itu butuh pendamping, partner yang bisa bekerja sama untuk mencapai surga. Partner tersebut tidak lain adalah pasangan hidup dari manusia tersebut. Atas alasan itulah  penulis pun juga berencana untuk mencari partner yang kelak bisa bekerjasama untuk mencapai surga itu. Calon kuatnya sudah ada, oh iya sebelumnya diem diem sajalah ya, jangan pernah tanyakan identitas dari orang ini, haha. Dia adalah seorang gadis yang Insya Allah seagama dengan penulis, memiliki keteguhan iman yang insya Allah cukup teguh. Hal yang penulis kagumi adalah bahwa dalam hidupnya dia senantiasa berbuat sesuai dengan ajaran agamanya dan kedewasaannya dalam berpikir membuat kagum penulis yang notabene sebenarnya masih labil, hahaha (maklum dia lebih tua). Bagi penulis, untuk saat ini insya Allah hanya dia yang sesuai criteria, haha. Cerita pun muncul ketika penulis ingin mengungkapkan perasaan kepadanya. Dalam agama penulis, ketika kita sebagai laki laki ingin mengungkapkan perasaan kepada seorang wanita maka kita harus datang kepada orang tuanya dan langsung melamar wanita itu (CMIIW) untuk langsung menjadi calon istri kita karena dalam agama penulis tidak dikenal istilah pacaran sebelum menikah walaupun banyak pemeluk agama penulis yang “melanggar” aturan itu. Masalahnya penulis sekarang masih menjalani pendidikan selain itu umur penulis juga masih sangat muda, sangat jauh dari usia ideal seorang pria untuk menikah. Hal itulah yang membuat penulis bingung menghadapi masalah ini. nah disinilah pilihan save or deposit berlaku. Ketika penulis memilih untuk mensave perasaan yang penulis punya maka perasaan itu pasti sering tiba tiba muncul meminta untuk diungkapkan karena memang tidak ada batasan waktunya. Akibatnya perasaan itu bisa menimbulkan pikiran yang tidak tidak dan cenderung mengarah ke perbuatan maksiat. Tetapi ketika penulis memilih untuk mendepositokan perasaan itu sampai tiba waktunya nanti sembari memperbaiki diri (jujur penulis masih mencoba untuk menjadi muslim yang taat) ada kemungkinan kelak hasilnya akan sesuai dengan apa yang diharapkan. Kecuali apabila dia ternyata ditakdirkan untuk tidak berjodoh  dengan penulis, penulis tidak bisa menjadi dewasa ataupun tidak bisa memperbaiki diri dalam waktu yang telah ditetapkan( dia berencana untuk menikah dalam jangka waktu 2 tahun dari sekarang) maka hal itu biasa dianggap sebagai force majeur (#plakk) sama seperti bank yang tiba tiba bankrupt ketika waktu pengambilan deposito sudah tiba, haha. Tentu saja penulis akan berusaha untuk berlapang dada, walaupun mungkin sakit sih, hahaha. Begitulah jadi untuk sementara penulis lebih memilih untuk mendepositokan perasaan itu kepada Allah sampai dua tahun ke depan sembari mempersiapkan segala sesuatunya, tentu saja karena penulis benar benar serius maka penulis akan mencoba konsisten untuk menjalaninya, terserah apapun hambatannya. Itu adalah salah satu ilustrasi dari save or deposit, cukup membuat mual kan? Hahahaha
                Terlepas dari semua hal yang ada di atas, ada baiknya kawan sekalian terlebih dahulu memikirkan setiap rencana yang akan dilaksanakan, apakah akan disave terlebih dahulu atau malah didepositokan untuk kemungkinan benefit yang lebih besar. Semuanya memiliki timing masi

Rabu, 12 Oktober 2011

Mencoba Menjadi Pegawai Negeri Sipil Profesional

Tulisan kedua ini saya buat untuk memenuhi tugas dari dosen Etika Profesi saya yaitu Bapak Tri Ratna Taufiqurrahman, dan juga untuk membagi opini saya tentang seperti apa profesionalitas seorang pegawai negeri sipil dalam pikiran saya. 
Profesional, kata yang sering kali kita dengar dan kita gunakan dalam percakapan, baik itu dalam percakapan sehari hari maupun dalam dunia kerja, namun yang jadi pertanyaan apakah kita sudah benar benar menerapkan kata profesional itu dalam kegiatan kita sehari hari secara benar? apakah kita memang benar benar seprofesional yang kita katakan kepada orang orang? Bagaimana hubungan  antara sebuah profesionalitas bila dikaitkan dengan bidang profesi kita nantinya sebagai pegawai negeri sipil? Banyak sekali pertanyaan yang muncul di benak kita apabila kita membahas mengenai kata ini. Terlebih lagi di negara kita profesionalitas merupakan suatu hal yang agak "langka" untuk dijumpai di negara ini. Kenapa saya bisa berpendapat seperti itu? semuanya akan kita kupas secara umum dalam tulisan ini, namun tidak etis bila tidak kita mulai dengan berdoa kepada Tuhan (pastilah, haha) dan mengetahui pengertian dari profesionalitas itu sendiri. 
Profesionalitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan orang yang menyandang suatu jabatan atau pekerjaan yang dilakukan dengan keahlian atau keterampilan yang tinggi. Hal ini juga mempunyai pengaruh terhadap penampilan atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan di profesinya. Dengan kata lain keterampilan ataupun keahlian sangatlah dibutuhkan untuk dapat menjadi seseorang yang profesional. Nah bagaimanakah pegawai negeri sipil yang profesional itu? ya tentu saja pegawai negeri sipil yang punya keahlian atau keterampilan yang tinggi. Nah apakah keahlian itu sudah ada pada seluruh pegawai negeri di Indonesia ini? tentu saja tidak. Tidak semuanya profesional, bahkan mungkin hanya sebagian kecil saja yang profesional. Padahal jumlah pegawai negeri sipil yang ada di negara kita itu tergolong cukup banyak untuk ukuran di Asia Tenggara, dengan jumlah yang banyak diharapkan semua kegiatan yang berhubungan dengan pengurusan kesejahteraan dan kenyamanan masyarakat akan berjalan dengan lancar. Apalagi hal itu ditunjang oleh tingkat pendidikan mereka yang rata rata S1 dari berbagai perguruan tinggi ( walaupun kadang tidak tahu itu PT apa, no offense). Setidaknya dengan tingkat pendidikan seperti itu mereka harusnya bisa melaksanakan program kerja pemerintah ini dengan baik karena hakekatnya pegawai negeri sipil itu merupakan abdi negara. namun yang terjadi malah sebaliknya, kinerja mereka cenderung jauh dari ekspektasi awal dengan berbagai alasan yang kadang masuk akal ataupun tidak masuk akal tergantung dari asumsi masing masing orang. Hal tersebut bisa dilihat secara langsung melalui proses pelayanan yang berhubungan langsung kepada masyarakat seperti pembuatan surat surat dan beberapa yang di beberapa tempat membuat jalur birokrasi yang panjang dengan seenaknya tanpa mementingkan kepentingan si pembuat. Hal hal seperti inilah yang harus dibenahi dari aparatur negara yang ada di negeri ini. Para pegawai negeri sipil harus dapat menunjukkan bahwa mereka mempunyai integritas tinggi dan effort yang luar biasa untuk memberikan pelayanan terbaik pada masyarakat. hal itu dapat ditunjukkan dengan cara cara sederhana mulai dari memperbaiki attitude diri sendiri sampai memperbaiki kebijakan dan sistem birokrasi agar kelak masyarakat dapat terbantu dalam setiap kebutuhan mereka. semoga. 

Kamis, 06 Oktober 2011

Allah, Manusia, dan Setan Dalam Satu Titik Vertikal



Pernah ga sih kalian berpikir kalo setan itu benar benar ada dan hidup berdampingan dengan kita? Awalnya sih saya masih menganggap itu sekedar lelucon belaka karena tidak ada bukti yang bisa saya terima dengan logika. Itu hanya "awalnya" saja, sampai ketika saya mendapatkan pemahaman baru bahwa "mereka" memang ada di sekitar kita. Seperti yang ada di kitab suci, mereka hidup berdampingan dengan kita di setiap saat. Pengen tahu kenapa saya bisa berkata begitu? begini ceritanya..

Saya sebenarnya termasuk orang yang agak berani ( menurut saya sendiri, hehe) dan tidak takut terhadap hal hal yang berbau mistis, karena bagi saya sudah kodrat laki laki untuk jadi pemberani di setiap hal. Makanya setiap kali nonton film horor saya malah tertawa kalo melihat teman teman saya( yang rata rata cowok) ketakutan karena melihat adegan horor di film yang kami tonton. Pokoknya saya merasa berani lah kalo dalam urusan kayak gitu. Tetapi semua berubah ketika pada suatu malam saya dan teman teman di kosan sedang menonton film horor lokal. Ceritanya tentang kru film yang lagi syuting di suatu tempat di Yogya dimana mereka dikejutkan oleh aktris yang kesurupan arwah nenek moyangnya dan dibawa ke alam lain. Mereka yang mencoba untuk menolongnya pun masuk ke alam lain dan mengalami ketakutan yang mencekam. Satu per satu dari mereka tewas karena hati mereka yang tidak bersih dan penuh akan rasa serakah, sombong, dan jahat. Setelah menonton film itulah entah kenapa saya mulai merasa tidak enak, mungkin karena banyak tokoh dalam mitologi kuno dimunculkan disana atau karena situasinya yang mendukung saya untuk merinding karena kami menyelesaikan film itu tepat pukul 12 malam. Parahnya di saat sedang merinding begitu kami malah tetap membahas masalah gaib yang menyangkut daerah sekitar kami seperti penampakan di kosan dan cerita seram lainnya. Tentu saja hal itu malah memperkeruh suasana dan menciptakan sugesti negatif di pikiran kami. 



Untuk mendinginkan pikiran kami berangkat ke warung kopi untuk sekadar makan mi instan dan menghilangkan sugesti negatif itu namun tetap saja yang ada malah kami kembali bercerita tentang pengalaman mengerikan di kosan. Akibatnya sepulang dari warkop pikiran kami masih dipenuhi oleh sugesti negatif tentang setan sehingga kami memutuskan untuk tidur bersama (dasar laki laki penakut!). Sampai jam setengah 3 kami masih terjaga karena terus terpikir akan hal hal yang kami bahas tadi sampai akhirnya salah seorang teman berinisiatif untuk mengaji. Ajaibnya setelah selesai mengaji dan berdoa kami bisa tidur nyenyak dan bisa bangun tepat seperti alarm kami berbunyi dalam kondisi segar bugar seperti orang yang tidur normal.

Apa yang bisa kita petik dari pengalaman saya dan teman teman saya di atas? Bahwa mereka memang ada di sekitar kita dan hidup di dalam hati kita, entah itu setan atau jin mereka senantiasa ada di sekitar kita menjalani hidup mereka masing masing baik untuk beraktivitas layaknya kita manusia ataupun menggoda kita untuk melakukan hal hal yang tidak benar. Mereka bisa muncul secara tiba tiba ketika pikiran kita sedang kosong atau malah penuh dengan sugesti negatif. Oleh karena itu sangat penting untuk berusaha membangun energi positif di sekitar kita. Bagaimana caranya? mudah sekali. Pertama dengan menjaga lisan dalam berkata. Mereka juga punya telinga dan ikut mendengarkan ketika kita sedang membicarakan mereka. Oleh karena itu sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa sudah sepantasnyalah bagi kita untuk menjaga perasaan sesama. Anggap saja mereka seperti manusia yang juga punya hati dan tidak suka bila dibicarakan, anggap saja mereka juga tipe yang mudah tersakiti bila kita mencibir ataupun mentertawakan dan mengejek mereka. Dengan saling menjaga perasaan masing masing maka Insya Allah kita tidak akan merasa takut karena percaya bahwa selama kita tidak mengganggu maka demikian juga halnya dengan mereka. Namun yang paling penting adalah kita harus senantiasa meningkatkan ibadah kita kepada Allah karena menurut saya semakin dekat kita dengan Allah melalui ibadah maka semakin jauh kita dari kemaksiatan dan peluang untuk diganggu oleh mereka, hal itu bisa kita lihat dari bagaimana sugesti negatif kami hilang setelah bertilawah dan berdoa. Kita bisa diibaratkan berdiri dalam satu garis vertikal dimana kita diapit oleh Allah dan setan. Ketika kita rajin beribadah maka jarak kita dengan Allah akan mendekat dan semakin menjauhi titik kedekatan dengan setan. Namun sebaliknya jika kita malas beribadah maka semakin dekatlah kita dengan setan dan semakin seringlah kita mengalami hal hal seperti yang saya alami di atas tadi. Semoga kita senantiasa menjadi manusia yang dekat dengan Allah dan jauh dari setan yang menyesatkan. Aminn