Blogroll

Rabu, 20 Maret 2013

Menghibur Diri di Masa Penantian

Berkutat dalam penantian itu memang melelahkan, entah itu jiwa maupun raga, fisik dan psikis. Selalu ada perasaan yang berkecamuk ketika sedang menanti sesuatu entah itu menanti jodoh, pengumuman yang terkait dengan pekerjaan, masa depan dan sebagainya. Perasaan yang berkecamuk itulah yang biasanya sering mengganggu kenyamanan diri kita dalam menjalani kehidupan sebagai seorang manusia. Saya sendiri pun tak luput dari perasaan itu. Ketika berada di masa penantian menuju kepastian masa depan, saya juga merasakan perasaan itu. Rasa malu dan tidak percaya diri muncul setiap kali ada yang menanyakan kabar yang berkaitan dengan sesuatu yang dinanti itu. Namun apa mau dikata, saya tidak dapat memberikan penjelasan kepada mereka karena saya sendiri tidak tahu seperti apa/ kapan kepastian itu bisa saya peroleh. Rencana rencana yang telah saya susun sebelumnya pun akhirnya harus saya tunda pelaksanaannya dalam batas waktu yang tidak ditentukan. Stress? Putus asa? Alhamdulillah hal itu tidak berpengaruh kepada saya. Kok bisa? ya tentu saja bisa, karena saya mengalihkan diri dari perasaan putus asa dengan mencoba lebih bersyukur, membandingkan bukan dengan yang berada di atas tapi membandingkan dengan saudara saudara yang lebih punya masalah yang lebih kompleks dari saya. Setelah itu mulailah saya mengisi masa penantian ini dengan kegiatan kegiatan yang saya harpkan dapat bermanfaat bagi saya dan siapapun yang ada di sekitar saya. 


Selama masa penantian ini awalnya saya berencana untuk mencari pekerjaan sebagai freelancer di kantor akuntan publik ataupun kantor konsultan pajak. Saya pikir karena basis saya sebagai lulusan salah satu sekolah tinggi ilmu keuangan terkenal di negeri ini tentu akan mudah untuk sekadar jadi pegawai magang. Namun usulan ini urung saya laksanakan karena mentah ketika didiskusikan dengan orang tua. Beliau menyarankan saya untuk pulang ke rumah sambil menunggu kabar dari stakeholder di tingkat atas. karena rasa hormat saya kepada beliau akhirnya saya memilih menolak tawaran dari teman untuk magang dan pulang ke rumah bersama orang tua. Setelah tiba di rumah, mulailah saya berkutat dengan aktivitas baru saya sebagai pengurus rumah tangga karena kebetulan di rumah hanya ada saya dan papi dan tidak mungkin bagi saya untuk membiarkan orang tua sendiri yang bekerja. Mulailah kegiatan yang dulu jarang saya kerjakan seperti memasak, membersihkan rumah, merawat tanaman dan hewan peliharaan sekarang rutin dilakukan di samping sedikit berwirausaha sekadar untuk uang jajan saja. Di saat yang sama, kabar dari teman teman yang magang pun mulai santer bertebaran, mulai dari pengalaman memeriksa klien di luar daerah, gajinya yang gede, dan lain lain. Merasa minder? sempat. Di saat mereka mengasah ilmu yang didapatkan selama masa kuliah yang saya lakukan justru mengurusi tetek bengek rumah tangga. Sekali lagi saya coba mengajukan rencana magang kepada papi namun kembali mentah. Beliau cuma berpesan bahwa dalam masa  "libur panjang" ini ada baiknya tetap tinggal di rumah dan menikmati liburan sampai tiba saatnya nanti. Alasan yang cukup masuk akal bagi saya mengingat saya anak lelaki satu satunya dan saudari saudari saya yang lain tinggal di kota sebelah. Mungkin beliau ingin banyak berbagi dengan anak bujangnya ini. Jadilah saya tetap tinggal di rumah dan membatalkan niat untuk magang. 

Untuk menghibur diri agar tidak stress menunggu maka mulailah saya melakukan kegiatan kegiatan positif yang bisa saya lakukan. Memasak yang awalnya saya lakukan dengan agak bermalas malasan sekarang saya lakukan dengan penuh semangat. Luka tergores pisau atau terkena cipratan minyak saat menggoreng pun sudah tidak terlalu berpengaruh (tapi tetep berhati hati juga sih) bahkan terkadang saking bersemangatnya diprotes oleh papi karena menunya yang terlalu variatif. Tapi ujung ujungnya tetap dihabiskan juga dengan lahap bahkan kerabat ataupun kenalan yang sering berkunjung ke rumah pun mulai tertarik dan selalu penasaran dengan apa yang saya masak karena menurut mereka rasanya cukup masuk akal dan membuat mereka ingin mencicipinya (itu kata mereka ya, bukan kata saya). Alhamdulillah setidaknya satu kegiatan positif sudah bermanfaat setidaknya sebagai wujud bakti kepada orang tua tercinta. Akan tetapi ternyata efek masak memasak ini berpengaruh cukup signifikan terhadap berat badan saya. Tidak ingin berat badan menjadi improporsional saya pun mulai mengatur pola makan dari yang sebelumnya berprinsip "makan seadanya" menjadi "makan secukupnya". Akhirnya grafik berat badan pun menjadi lebih stabil disamping kembali mendapat pengalaman baru tentang mengatur pola makan demi tubuh yang lebih sehat. Selain itu aktivitas rutin saya selanjutnya adalah merawat hewan peliharaan. Biarpun jumlahnya cukup banyak alhamdulillah mereka tetap terurus dengan baik. Ada kesenangan sendiri ketika bisa melihat tingkah laku mereka yang variatif dan tentu saja dapat bercengkerama dengan mereka sudah membuat saya bahagia.

Efek positif lain yang saya dapat adalah terjalin eratnya tali silaturahmi dengan orang orang yang selama ini kurang saya kenal. Ikatan itu saya dapatkan dengan ikut menemani papi menghadiri acara acara relasinya ataupun bersilaturahmi ke kolega ataupun kerabat yang jarang saya temui. Alhamdulillah saya menjadi tahu kalau ternyata saya punya banyak saudara disini dan disana dan saya jadi lebih percaya diri ketika berbicara karena kebanyakan lawan bicara saya adalah orang tua berpengalaman terlebih dari percakapan dengan mereka banyak informasi/pengetahuan baru yang saya peroleh. Mulai dari kehidupan pribadi seperti proses berumah tangga yang baik, masalah dalam rumah tangga yang variatif  dan solusinya sampai ke pengalaman tentang seluk beluk dunia kerja saya. Semuanya yang saya dapatkan tersebut menjadi acuan/referensi agar tidak mengulangi kesalahan serupa ataupun bila tetap terjadi setidaknya sudah ada solusi untuk pemecahan masalahnya. Lagi lagi alhamdulillah, saya pun mulai berpikir mungkin inilah hikmah yang saya dapatkan dari memilih tinggal di rumah. Inilah jawaban atas keraguan saya ketika harus pulang ke rumah dan melakukan kegiatan yang berbeda dari apa yang dilakukan oleh teman teman yang lain. Pengalaman inilah yang membuat saya lebih mensyukuri hidup, menikmati masa penantian dengan cara yang positif, dengan tetap berprasangka baik dan terus berdoa semoga diberikan jalan yang terbaik oleh Allah Subhanallahu Wa Ta'ala. 


Setiap orang memang pasti pernah merasa khawatir dan kusut kusai masai ketika berada di dalam masa penantian. Namun jangan pernah biarkan perasaan tersebut mempengaruhi diri dan menjadikan kita malas bahkan untuk sekadar menatap indahnya pagi. Bersyukurlah bahwa kita bukanlah satu satunya yang memiliki masalah pelik yang meresahkan. Di berbagai belahan bumi lainnya masih ada banyak saudara kita yang lebih menderita karena didera permasalahan yang lebih parah dari apa yang kita alami. Hiburlah diri dengan apapun yang dapat dilakukan. Kebetulan pengalaman di atas adalah pengalaman menghibur diri dari saya yang memilih menunggu kejelasan di rumah. Adapun menghibur diri sendiri itu bisa bermacam macam caranya, ada yang menghibur diri  dengan magang, ngegame, nonton film, masak, travelling, memperbanyak pengetahuan akan ilmu agama, mencari pendamping hidup (ehem) ataupun bercengkrama dengan suami/istri (bagi yang sudah berkeluarga) dan masih banyak lagi. Satu hal yang terpenting adalah bahwa  apapun kegiatan itu (selama positif) lakukanlah, Insya Allah bisa jadi jurus ampuh untuk menjauhkan diri dari berbagai rasa dan pikiran negatif yang timbul dalam masa penantian. Tetap semangat untuk siapapun yang sedang menanti, semoga Allah menuntun kita ke pilihan terbaik :D